Apa jadinya jika orang tua yang lengah dalam mengenali perubahan perilaku anak remajanya? Sebagian besar mereka akan menganggap perubahan sikap dan perilaku sang anak sebagai hal yang lumrah dialami oleh kebanyakan remaja yang sedang labil atau galau. Padahal, depresi pada remaja sehingga memicu perubahan perilaku keseharian pada remaja berpotensi memicu terjadinya gangguan kejiwaan, salah satunya Bipolar disorder.
“Istilah labil berbeda dengan Bipolar,” ucap dokter ahli psikiatri Dr. Dwidjo Saputro SpKJ (K). Pengertian labil sebatas menunjukkan karakteristik bawaan seseorang , seperti orang dengan karakter moody atau memiliki karakteristik suasana hati yang berubah-ubah dalam waktu cepat.
Sedangkan Bipolar disorder (manic-depressive) atau disregulasi mood adalah jenis penyakit psikologi yang ditandai dengan perubahan mood secara ekstrim, akibat manik depresi. Bipolar bisa dialami oleh berbagai kalangan usia. Walaupun manivestasinya tampak berbeda antara bipolar yang dialami oleh usia dewasa dengan remaja.
Untuk membedakan normal tidaknya perubahan mood yang dialami seseorang dapat dilihat dari seberapa sering frekuensi emosional yang dirasakan. Dibandingkan dengan orang normal, disregulasi mood terjadi ketika terjadi ledakan emosi dan perasaan disertai perubahan tingkah laku dalam frekuensi yang cukup sering. Misal orang mudah marah dan memberi respon berlebihan hanya karena alasan atau pencetus masalah yang sederhana,mengalami depresi berulang dengan frekuensi berganti dalam hitungan jam, minggu maupun bulan.
“Banyak orang yang sebenarnya mengalami periode singkat emosi yang intens, namun kebanyakan mereka tidak menyadari jika mereka mengidap Bipolar Disorder,” ujarnya dalam kesempatan menghadiri acara Konferensi Nasional ke II Asosiasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Indonesia (AKESWARI), di Hotel Sheraton Surabaya pada 8 -10 november 2012 lalu.
Pada remaja, gangguan bipolar umumnya dialami pada usia 15 hingga 24 tahun dengan prevalensi yang sama antara remaja pria dan wanita. 30 persen remaja yang depresi berujung menjadi bipolar. Dan jika remaja sering megalami ledakan emosional berlebihan dan berulang maka akan terbentuk menjadi pola perilaku.
“Oleh sebab itu, perlu diwaspadai apabila terjadi depresi pada usia masa remaja, karena berpotensi kuat mengarah ke bipolar,”
Penyebab terjadinya gangguan bipolar bersifat multifaktor yang mencakup faktor genetik, biologi otak, serta peristiwa-peristiwa kehidupan dan keadaan lingkungan yang menimbulkan stres atau disebutstressor psikososial. Faktor genetik menyebabkan seseorang rentan dan bila yang bersangkutan mengalami stres psikososial yang tidak bisa ditanggulangi, maka terjadilah gangguan bipolar.
Bila sudah ada tanda-tanda gangguan bipolar, maka penting kejelian dan perhatian dari pihak keluarga untuk segera diperiksakan pada ahli psikiatri yang tepat. Untuk menyeimbangkan kembali zat-zat kimia alami otak, diperlukan obat jenis mood stabilizer yang akan membantu otak agar semua sistemnya bekerja harmonis kembali dan secara bertahap tercapai keseimbangan di antara zat-zat kimia alami otak.
“ Tidak sedikit dari pihak keluarga yag mengkhawatirkan soal efek samping dari pemberian obat jenis mood stabilizer, padahal dalam penanganan bipolar secara eviden base, pemberian obat tersebut cukup membantu dan hasil terapinya jauh lebih baik, dibandingkan dengan pasien bipolar yang tidak didampingi dengan pemberian obat,”
Jika penderita bipolar dapat ditangani sedini mungkin, maka bisa menekan timbulnya gangguan perilaku dan emosi pada usia lebih dini, dan menekan potensi terjadinya kerusakan emosi dan pikiran yang lebih kompleks di kemudian hari. “ Semakin dini penanganan, maka semakin menekan resiko psikopatologi dikemudian hari, sehingga diharapkan kehidupannya akan jauh lebih sehat dan produkti,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Hendro Riyanto, dr., SpKJ, MM mengatakan Anak dan remaja adalah masa pembentukan kepribadian, dan karena kepribadian terbentuk saat anak dan sampai 18 tahun , lebih dari itu sudah susah untuk berubah.
Anak dan remaja identik dengan karakterisitik perilaku yang agresif, sangat tidak sabaran, dan labil. Mereka cenderung rentan melakukan hal-hal sembrono dalam kesehariannya, dan menunjukkan citra diri yang baik dihadapan lingkungan sosialnya.
Oleh sebab itu, selama dalam masa pembentukan kepribadian, penting sebagai orang tua untuk menjaga komunikasi yang baik dengan sang anak. Di luaran sana, banyak anak merasa haus kasih sayang dari orang tuanya, bisa karena kesibukan orang tua yang padat sehingga edikit meluangkan aktu untuk anak-anaknya. Sedangkan sianak, jika salah pergaulan maka dari komunitas bermainnya dan lingkungan sosialnya membawa pengaruh yang sangat kuat.
Apabila mulai menunjukkan perubahan perilaku yang tidak wajar dan depresi, ada baiknya anak remaja dipaksa ke dokter, dengan cara bisa dirayu melalui gurunya, atau melalui komunitas atau teman sebayannya. Karena dalam proses terapi, selain dibutuhkan peran dokter yang menangani, juga dibutuhkan kemauan dari si pasien.
“Sebagian besar remaja bipolar tidak segera dibawa ke psikiatri, setelah si anak menunjukkan adanya penyimpangan perilaku dan dianggap mulai membahayakan baru di bawa ke dokter, seperti sudah mulai meunjukan ketidak peduliannya pada tugas utama seperti belajar sehingga prestasinya menurun, atau bahkan sering ber masalah di lingkungan sosialnya ,” ujarnya.
http://www.fk.unair.ac.id/news/headline-news/kongres-nasional-akeswari-2012-remaja-rawan-bipolar.html
Tidak ada komentar