Penderita Bipolar Beresiko Bunuh Diri

Bagikan:
Perubahan mood (suasana hati) yang ekstrim bisa berujung serius. Bila Anda, sanak keluarga atau teman dekat terlihat mengalami perubahan suasana hati dari sangat senang, namun tiba-tiba menjadi sangat sedih, ada kemungkinan ia mengalami gangguan bipolar.
Pada kondisi senang, penderita bipolar bisa terlihat sangat gembira dan ingin melakukan banyak hal. Ia juga sulit untuk mengendalikan keinginan tersebut.

Berbeda ketika saat mereka sedih, penderita bipolar suka menarik diri diri dari lingkungan, menyalahkan diri sendiri, bahkan lebih parah, bisa berujung pada kasus bunuh diri.

Gangguan bipolar tercatat lebih tinggi sebagai penyebab seseorang memutuskan bunuh diri, dibandingkan dengan penyebab dalam populasi umum.

“Angka bunuh diri yang diakibatkan gangguan bipolar 20 kali lebih tinggi dibanding angka bunuh diri dalam populasi umum tanpa gangguan bipolar, yaitu 21,7 persen dibanding satu persen. Angkanya sama, baik perempuan maupun laki-laki,” kata dr Ayi Agung Kusumawardhani, SpKJ(K), dalam Seminar ‘Gangguan Bipolar: Dapatkah Disembuhkan?, di JW Marriot Jakarta, Rabu (25/4).

Menurutnya, depresi yang biasa terjadi di kalangan remaja, 20 hingga 40 persen bisa berpotensi menjadi bentuk gangguan bipolar.

Bila dibandingkan dengan penderita skizofrenia, penderita bipolar juga 2-3 kali berpotensi melakukan tindakan bunuh diri. Ada sekitar 10 hingga 20 persen penderita bipolar mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, dan 30 persen lainnya pernah mencoba bunuh diri.

Riwayat keluarga juga turut serta meningkatkan gangguan bipolar, dimana salah satu anggota keluarga pernah mengalaminya. Resiko gangguan bipolar lebih besar terjadi secara genetika hingga mencapai 79 persen.

Buruknya lagi, banyak penderita bipolar justru salah dalam diagnosis, mereka banyak didiagnosis sebagai skizofrenia. Kejadian ini terjadi karena bipolar memiliki gejala yang sama, seperti halusinasi dan gangguan kecemasan. Akibatnya, penderita bipolar justru mendapatkan penanganan yang salah.

“Pada pasien skizofrenia dan depresi, biasanya diberikan obat antidepresan sudah cukup membantu. Namun pada pasien gangguan bipolar, obat ini kurang efektif dan dapat menimbulkan efek samping seperti tremor dan kekakuan otot. Untuk pasien gangguan bipolar, sebaiknya diberi obat mood stabilizer untuk menenangkan perubahan mood yang ekstrim,” kata dr Ayi Agung Kusumawardhani yang juga kepala Departemen Psikiatri RSCM.

Bila penderita gangguan bipolar dalam kondisi tenang, kemudian dilakukan terapi untuk menjelaskan gejala bipolar dan bagaimana mengatasi kecemasan yang muncul.

Melalui pemahaman yang baik mengenai perilaku gangguan bipolar, penderita akan lebih terampil saat menghadapi perubahan suasana hati.

Tidak ada komentar